Cari File

Senin, 10 Agustus 2009

Macet Hanya Bisa Diatasi Angkutan Rel

VIVAnews - Bagaimana mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta? Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mengusulkan penggunanaan angkutan berbasis rel.

Dalam diskusi publik yang bertajuk Masa Depan Angkutan Rel di Hotel Sahid, Jalan Sudirman, Jakarta, pembahasan mengerucut pada pentingnya menciptakan sistem angkutan kereta untuk mengurangi kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Anggota DTKJ Bambang Pujianto, mengatakan problem kemacetan lalu lintas di Jakarta sudah sangat parah. Dia menganalisa lalu lintas di Jakarta macet karena banyaknya mobil pribadi. "Jumlah mobil di Jakarta sudah lebih banyak daripada panjang jalan di Jakarta sehingga menimbulkan kemacetan," kata Bambang, Senin, 10 Agustus 2009.

Bambang menerangkan, dari hitung-hitungannya jumlah mobil pribadi yang digunakan sudah lebih dari 2 juta unit tiap harinya. Jika 1 mobil panjangnya 4 meter, maka 2 juta di kali 4 meter menjadi 8 juta meter atau 8 ribu kilometer panjangnya di jalanan. Sementara panjang jalan di Jakarta hanya 6.500 km.

"Kita butuh angkutan berbasis rel seperti kereta, ini kebutuhan masyarakat urban, yang sekali jalan bisa mengangkut 1000 orang," kata Bambang.

Makanya, lanjut Bambang, untuk mengurangi kemacetan di lalu lintas di Jakarta kita harus memikirkan bersama bagaimana caranya masyarakat bisa berpindah dari menggunakan mobil pribadi atau motor pribadi menjadi menggunakan kereta.

Namun permasalahannya tidak semudah membalik telapak tangan. Masyarakat di Jakarta, kata Bambang, banyak yang lebih memilih menggunakan mobil pribadi karena mendapat dua hal, ketepatan waktu perjalanan dan akses langsung pintu ke pintu (rumah ke kantor).

Maka Bambang mengusulkan agar pelayanan jasa kereta jika ingin bersaing dengan mobil pribadi mesti mengungguli kedua hal tersebut, setidaknya dalam hal ketepatan waktu.

Hal itu bisa menarik pengguna mobil jika layanan kereta terintegrasi dengan moda transportasi yang lain seperti busway, patas, metromini, atau mikrolet sekalipun.

Dalam hal ini permasalahan teknis maupun non teknis mesti bisa dicari solusinya. Masalah teknis integrasi kereta dengan moda transportasi yang lain saat ini, kata Bambang, mengenai bagaimana tempat transfer moda di stasiun.

"Jika dia turun dari kereta lalu ingin pindah ke transportasi lain maka itu juga harus dibuat nyaman," katanya.

Seberapa jauh dia harus berjalan untuk transfer dari kereta ke bus, misalnya. "Makanya stasiun kereta sebaiknya tidak jauh dari terminal, setidaknya maksimal 200 meter misalnya" kata Bambang.

Permasalahan non teknis adalah bagaimana membangun kerjasama investasi membangun sistem yang terintegrasi moda angkutan berbasis rel ini. Sebab kata dia, tanpa kerjasama investasi ini tentu akan kesulitan dalam memberikan pelayanan yang efektif untuk angkutan warga.

Selama ini, kata dia, pembangunan transportasi berbasis rel ini agak lamban karena kerjasama antara departemen di pemerintah kurang harmonis.

"Ada semacam pambagian pembangunan. Seolah urusan jalanan atau bus itu jatahnya dibangun pemda, sedangkan untuk rel dan kereta itu bagiannya yang membangun adalah pemerintah pusat. Nah ini makanya perlu kerjasama," kata dia.

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung Yang Baik Selalu Meninggalkan Komentar Maupun Salam Asololenya!!