Cari File

Tampilkan postingan dengan label metro. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label metro. Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Agustus 2009

Pengacara Minta Rekonstruksi Antasari Diulang

VIVAnews - Kuasa Hukum Antasari Azhar meminta kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk melakukan rekonstruksi ulang pelaksanaan rekonstruksi di rumah Sigid Haryo Wibisono.

"Rekonstruksi harus diulang sesuai dengan BAP dan bersama dengan kuasa hukum," ujar kuasa hukum Antasari, Ari Yusuf Amir saat dihubungi wartawan, Selasa 11 Agustus 2009.

Dalam waktu dekat surat permohonan pelaksanaan rekonstruksi ulang segera dilayangkan kepada penyidik Polda Metro Jaya. Surat tersebut akan dikirim dalam dua hari kedepan.

Selain itu, permintaan ulang rekostruksi terkait adegan saat Antasari berada di rumah Sigit dan memberikan amplop berisi foto Nasrudin ke Sigit dan kemudian diserahkan kepada Wiliardi Wizard.

"Itu tidak sesuai dengan BAP, apalagi saat rekonstruksi di rumah sigid tidak didampingi oleh pengacara," ujarnya lagi.

Menurut Ari, pada kasus pidana yang hukumannya lima tahun ke atas, tersangka harus selalu di dampingi kuasa hukum dalam setiap proses hukum. Termasuk saat rekonstruksi.

Sejumlah adengan rekonstruksi di Hotel Gran Mahakam, dimana Antasari menggoda Rani ketika di kamar hotel dan Antasari mengetahui Rani sedang menelpon Nasrudin.

"Itu salah satu dari delapan adegan yang tidak sesuai dengan BAP dan kami tolak," imbuhnya lagi.

Sementara itu, polisi tidak akan mengejar pengakuan Antasari, terkait empat adegan rekonstruksi kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran itu.

Kepala Satuan Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Polisi Nico Afinta mengatakan, dari 23 adegan yang direka ulang ada empat adegan yang tidak diakui, saat pelaksaan rekonstruksi di Hotel Gran Mahakam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat pekan lalu.

Saat ini yang menjadi fokus polisi adalah pengumpulan bukti melalui keterangan saksi ahli. "Tapi bukan berarti penyelesaian berkas menjadi terlambat. Jika BAP telah lengkap akan segera dikirim," ujar Nico Afinta.

Seperti diketahui, rekonstruksi di Hotel Gran Mahakam berlangsung selama 45 menit. Dalam rekonstruksi itu, Antasari dan Rani melakukan sekitar 23 adegan. Namun, polisi enggan merinci adegan keduanya.

Senin, 10 Agustus 2009

Saatnya Kereta Kalahkan Kendaraan Pribadi

VIVAnews - Pelayanan jasa kereta harus mampu mengungguli kenyamanan mobil pribadi. Jika mampu, para pengguna kendaraan pribadi akan termotivasi untuk beralih ke angkutan massal berbasis rel tersebut.

Dalam diskusi publik yang bertajuk Masa Depan Angkutan Rel di Jakarta, Senin 10 Agustus, sistem angkutan massal berbasis rel seperti kereta sangat efektif untuk mengatasi kemacetan di Jakarta yang kian tak terkendali.

Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, Bambang Pujianto, mengatakan, sumber macet Ibu Kota adalah penggunaan kendaraan pribadi yang semakin tak terkendali. Jumlah kendaraan pribadi mencapai 98 persen dari total kendaraan di Jakarta. Dengan kata lain, jumlah angkutan umum hanya 2 persen.

Dari hitung-hitungannya, jumlah mobil pribadi yang digunakan sudah lebih dari 2 juta unit tiap harinya. Jika 1 mobil panjangnya 4 meter, maka 2 juta dikali 4 meter menjadi 8 juta meter atau 8 ribu kilometer panjangnya di jalan. Sementara panjang jalan di Jakarta hanya 6.500 km.

"Kita butuh angkutan berbasis rel seperti kereta, ini kebutuhan masyarakat urban, yang sekali jalan bisa mengangkut 1000 orang," kata Bambang di hotel Sahid Jaya, Jakarta, Senin 10 Agustus 2009.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, pertambahan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 1.117 per hari atau sekitar 9 persen per tahun. Sementara pertumbuhan luas jalan relatif tetap, sekitar 0,01 persen per tahun. Jika tak segera ada pembenahan pola transportasi, pada tahun 2014 Jakarta diperkirakan akan mengalami kemacetan total.

Seperti tertuang dalam pola tranportasi makro Jakarta, penanganan masalah macet harus dilakukan dengan mensinergikan tiga hal. Pertama, pengembangan angkutan umum massal yang baik. Kedua, pembatasan penggunaan kendaraan, dan terakhir, revitalisasi infrastruktur transportasi.

Macet Hanya Bisa Diatasi Angkutan Rel

VIVAnews - Bagaimana mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta? Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mengusulkan penggunanaan angkutan berbasis rel.

Dalam diskusi publik yang bertajuk Masa Depan Angkutan Rel di Hotel Sahid, Jalan Sudirman, Jakarta, pembahasan mengerucut pada pentingnya menciptakan sistem angkutan kereta untuk mengurangi kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Anggota DTKJ Bambang Pujianto, mengatakan problem kemacetan lalu lintas di Jakarta sudah sangat parah. Dia menganalisa lalu lintas di Jakarta macet karena banyaknya mobil pribadi. "Jumlah mobil di Jakarta sudah lebih banyak daripada panjang jalan di Jakarta sehingga menimbulkan kemacetan," kata Bambang, Senin, 10 Agustus 2009.

Bambang menerangkan, dari hitung-hitungannya jumlah mobil pribadi yang digunakan sudah lebih dari 2 juta unit tiap harinya. Jika 1 mobil panjangnya 4 meter, maka 2 juta di kali 4 meter menjadi 8 juta meter atau 8 ribu kilometer panjangnya di jalanan. Sementara panjang jalan di Jakarta hanya 6.500 km.

"Kita butuh angkutan berbasis rel seperti kereta, ini kebutuhan masyarakat urban, yang sekali jalan bisa mengangkut 1000 orang," kata Bambang.

Makanya, lanjut Bambang, untuk mengurangi kemacetan di lalu lintas di Jakarta kita harus memikirkan bersama bagaimana caranya masyarakat bisa berpindah dari menggunakan mobil pribadi atau motor pribadi menjadi menggunakan kereta.

Namun permasalahannya tidak semudah membalik telapak tangan. Masyarakat di Jakarta, kata Bambang, banyak yang lebih memilih menggunakan mobil pribadi karena mendapat dua hal, ketepatan waktu perjalanan dan akses langsung pintu ke pintu (rumah ke kantor).

Maka Bambang mengusulkan agar pelayanan jasa kereta jika ingin bersaing dengan mobil pribadi mesti mengungguli kedua hal tersebut, setidaknya dalam hal ketepatan waktu.

Hal itu bisa menarik pengguna mobil jika layanan kereta terintegrasi dengan moda transportasi yang lain seperti busway, patas, metromini, atau mikrolet sekalipun.

Dalam hal ini permasalahan teknis maupun non teknis mesti bisa dicari solusinya. Masalah teknis integrasi kereta dengan moda transportasi yang lain saat ini, kata Bambang, mengenai bagaimana tempat transfer moda di stasiun.

"Jika dia turun dari kereta lalu ingin pindah ke transportasi lain maka itu juga harus dibuat nyaman," katanya.

Seberapa jauh dia harus berjalan untuk transfer dari kereta ke bus, misalnya. "Makanya stasiun kereta sebaiknya tidak jauh dari terminal, setidaknya maksimal 200 meter misalnya" kata Bambang.

Permasalahan non teknis adalah bagaimana membangun kerjasama investasi membangun sistem yang terintegrasi moda angkutan berbasis rel ini. Sebab kata dia, tanpa kerjasama investasi ini tentu akan kesulitan dalam memberikan pelayanan yang efektif untuk angkutan warga.

Selama ini, kata dia, pembangunan transportasi berbasis rel ini agak lamban karena kerjasama antara departemen di pemerintah kurang harmonis.

"Ada semacam pambagian pembangunan. Seolah urusan jalanan atau bus itu jatahnya dibangun pemda, sedangkan untuk rel dan kereta itu bagiannya yang membangun adalah pemerintah pusat. Nah ini makanya perlu kerjasama," kata dia.